Saturday, December 21, 2013
Mengembangkan Kecerdasan Emosional dan Spritual Siswa melalui Pembelajaran Teknik Audio
MENGEMBANGKAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN SPRITUAL SISWA MELALUI PEMBELAJARAN TEKNIK AUDIO VIDEO
Oleh: Yusrizal Panjaitan, S.Pd
Guru Teknik Audio Video SMKN 2 Tanjungbalai
Abstrak
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTpN3ner6He992BsxtXOKE8zdarqKx06co6hqUdf56uVfA5BO9dATlla071LqynxuLcj997ptS7rv6oaZuIvPFz5NSW6jXB8xmub6QzB9jtTr1kvxIrtRE3rhBCHlZtvRVwa_0TXm3uYw/s200/esq-model.jpg)
A. Pendahuluan
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa tujuan pendidikan nasional mengedepankan pentingnya kecerdasan spiritual dalam kehidupan rakyat Indonesia.
Kecerdasan spritual memberikan peranan penting agar manusia dapat mengetahui hakikat penciptaannya, merumuskan tujuan dan maksud hidupnya. Manusia yang cerdas spiritualnya akan memahami bahwa keberhasilan seseorang tidak hanya diukur dari kemampuannya berpikir dan bernalar, atau mengendalikan emosi. Hal yang utama adalah kemampuannya menyadari makna eksistensi dirinya dalam hubungannya dengan Allah pencipta alam semesta (Hablum minallah), dengan orang lain (Hablum minannas), maupun dengan lingkungan alam sekitar.
Membangun kecerdasan emosional dan spiritual siswa berarti bertujuan membangun kesadaran dan pengetahuan anak dalam upaya mengembangkan kemampuan nilai-nilai spiritual dalam dirinya. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual akan mampu mengatasi semua beban hidup yang super berat menjadi super ringan, termasuk mampu mengatasi semua kekurangan, stres, dan depresi di manapun ia berada. Kecerdasan spiritual membimbing dan menciptakan motivasi yang kuat untuk menjalani berbagai aktivitas sehingga terbentuk pribadi yang tangguh secara mental dan fisik, yang siap berjuang untuk meraih prestasi terbaik di dalam hidupnya
Seorang siswa yang cerdas spiritualnya akan memahami bahwa kegiatan belajar bukanlah menjadi beban yang berat untuk dilaksanakan, tetapi sebaliknya akan menjadi tugas mulia yang dipercayakan Allah SWT kepadanya untuk menuntut ilmu sepanjang hayat. Sesuai hadits Nabi nuntutlah ilmu dari buaian sampai keliang lahat.
Siswa yang cerdas spiritualnya juga akan memahami bahwa tugas belajar bukan hanya bertujuan untuk memperoleh nilai yang tinggi semata. Lebih dari itu belajar adalah dalam rangka melaksanakan tugas yang diembankan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an diterangkan melalui ayat Iqra’ bahwa kita senantiasa harus belajar untuk menjalani segala fenomena kehidupan ini. Sehingga mata pelajaran apapun yang ia pelajari, seharusnya tidak hanya untuk mendapatkan nilai yang tinggi semata melainkan harus dapat mendekatkan dirinya menjadi manusia yang lebih bertakwa. Semakin banyak ia mengetahui fenomena ilmu yang ia pelajari maka semakin tahu maha besar Allah pencipta alam semesta.
B. Kecerdasan Emosional dan Sipritual
Daniel Goleman menulis buku "Emotional Intelligence: Why It Can Matter More than IQ" (1995). Menurut Goleman (dalam Turmudhi, 2008) ada kecerdasan yang jauh lebih besar peranannya dibanding kecerdasan akademik atau kecerdasan intelektual dalam mengantar seseorang pada kesuksesan hidup, yaitu kecerdasan emosional (emotional intelligence). Goleman menunjukkan betapa banyak orang yang pada waktu di sekolah atau kuliah tergolong pintar, menduduki rangking-akademik Cum Loud, namun terbukti gagal dalam kehidupan karirnya. Banyak pula orang yang di sekolah biasa-biasa saja prestasi akademiknya, terbukti sukses dalam karir, menjadi orang berprestasi dan berguna bagi masyarakat.
Siswa yang cerdas secara intelektual namun rendah kecerdasan emosionalnya, dalam pembelajaran akan menjadi siswa kritis yang senang pamer kepintaran, namun suka menjatuhkan orang lewat argumennya, arogan, mudah tersinggung, gampang marah, sulit bekerja-sama, dan sejumlah perilaku negatif lainnya.
Menurut Goleman (dalam Nakita, 2000: 4) ada 5 domain kecerdasan emosi yang akan mempengaruhi sukses tidaknya kehidupan seseorang. Kelima domain tersebut yaitu: (1) Kemampuan memahami diri sendiri; (2) Kemampuan menguasai emosi; (3) Kemampuan memotivasi diri; (4) Kemampuan mengenal orang lain; (5) Kemampuan mengatur seni berhubungan.
Betapapun pentingnya kecerdasan intelektual dan emosional bagi kesuksesan seseorang, tidak cukup berhenti di situ. Apalah artinya orang yang pintar secara intelektual maupun emosional, tetapi rendah secara spiritual. Orang ini mungkin akan menjadi orang yang berpengetahuan luas, kritis, kreatif, selalu bergairah, ramah, pandai menyenangkan dan meyakinkan orang, trampil bergaul, namun tega berbuat curang: menipu, berbohong, berkhianat, memfitnah, menjarah hak orang lain, bertindak korup, dan seterusnya.
Orang yang pintar secara intelektual, dapat melakukan kejahatan secara canggih sehingga sulit terlacak atau terbongkar karena dapat menghapus jejak, membungkus dan membentengi perbuatannya. Demikian pula karena dia cerdas secara emosional maka dia trampil dalam mengelola emosi-dirinya (self-regulation) sehingga kendati berbuat culas, dia mampu tampil tenang, penuh senyum meyakinkan, bahkan sukses merekayasa kesan diri sebagai orang baik, penolong bak musang berbulu domba Orang seperti ini akan menjadi orang yang sangat berbahaya bagi kehidupan bersama.
Selain kecerdasan intelektual dan emosional, mutlak diperlukan kecerdasan spiritual, yakni kemampuan orang untuk membedakan kebaikan dan keburukan, kesanggupan untuk memilih atau berpihak pada kebaikan, serta dapat merasakan nikmatnya berbuat baik. Pribadi yang sanggup berbuat jujur, lurus, adil, meskipun akibatnya secara material atau secara “duniawi” mungkin ia harus menanggung kerugian. Dengan senantiasa menghidupkan hati nurani, menjadikan Tuhan pencipta alam sebagai pusat orientasi semua tindakan.
Menurut Emmons (dalam Udhiexz, 2008) Ada lima karakteristik orang yang cerdas secara spiritual yaitu: (1) Kemampuan untuk mentran-sendensikan yang fisik dan material; (2) Kemampuan untuk mengalami tingkat kesadaran yang memuncak; (3) Kemampuan untuk mensakralkan pengala-man sehari-hari; (4) Kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber spiri-tual dalam menyelesaikan masalah. (5) Kemampuan untuk berbuat baik.
Karakteristik di atas sering disebut sebagai komponen inti kecerdasan spiritual. Siswa yang selalu menghadirkan Allah SWT dalam aktivitasnya mengalami transendensi fisikal dan material. Ia merasa bahwa alamnya tidak terbatas pada apa yang disaksikan dengan alat-alat indranya. Seseorang yang tidak memiliki kecerdasan emosional maka hubungan yang dia lakukan adalah berdasarkan pamrih semata. Orang yang beriman maka dia akan menjalin hubungan dengan orang lain karena mengharap ridho Allah SWT.
Siswa yang cerdas secara spiritual memecahkan persoalan hidup tidak hanya secara rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya dengan makna kehidupan secara spiritual. Ia merujuk pada warisan spiritual untuk memberikan penafsiran pada situasi yang dihadapinya.
Emmons (dalam Udhiexz, 2008) menyatakan “The fifth and final component of spiritual intelligence refers to the capacity to engage invirtuous behavior: to show forgiveness, to express gratitude, to be humble, to display compassion and wisdom”. Memberi maaf, bersyukur atau mengungkapkan terimakasih, bersikap rendah hati, menunjukkan kasih sayang dan kearifan, hanyalah sebagian dari kebajikan. Karakteristik terakhir ini sesuai dengan sabda nabi Muhammad SAW, “Amal paling utama ialah engkau masukkan rasa bahagia pada sesama manusia”.
Dengan demikian jelaslah bahwa seharusnya urutan prioritas dalam pengasahan kemampuan manusiawi (human capability) dalam sistem pendidikan adalah pencerdasan spiritualitas sebagai yang utama, kemudian pencerdasan emosionalitas, dan terakhir pencerdasan intelektualitas. Ketiganya penting, namun urutan nilai kepentingannya haruslah seperti itu, tidak terbalik seperti dalam praktik pendidikan kita saat ini.
C. Pembelajaran Elektronika dengan Pendekatan Kecerdasan Emosional Spiritual
Perhatikan beberapa contoh materi berikut :
1. Komponen elektronika berdasarkan sifat penghantarnya terbagi menjadi 3 (tiga) macam yaitu : 1. Komponen yang bersifat isolator
2. Komponen yang bersifat konduktor
3. Komponen yang bersifat semikonduktor
(Standart Kompetensi Menerapkan dasar-dasar elektronika : KTSP Spektrum terbaru)
2. Seperangkat peralatan elektronika yang jika diinstalasi dengan benar maka akan dapat menghasilkan suara/ bunyi. (Standart Kompetensi Melakukan instalasi Sound system : KTSP Spektrum terbaru)
3. Sebuah gerbang logika dengan nama gerbang NOT akan selalu bersifat kebalikan dari apa yang ia terima. (Standart Kompetensi Menerapkan dasar-dasar teknik digital : KTSP Spektrum terbaru)
4. Daerah frekuensi audio sonic sekitar 20 Hz s/d 20 kHz. (Standart Kompetensi Memahami sifat dasar sinyal audio : KTSP Spektrum terbaru)
Apakah contoh materi diatas dapat memberikan kesadaran kepada siswa untuk mendekatkan diri kepada sang khalik ? Coba pembaca renungkan! Biasanya seorang guru hanya menjelaskan secara ilmiah saja, sebaiknya guru mulai berpikir alternatif bagaimana setiap materi yang disampaikan dapat menjadi bahan renungan untuk mengembangkan spritual anak didiknya.
Nah sekarang mari kita cermati apa yang akan dipikirkan anak jika kita menjelaskan dan mengilustrasikan materi tersebut menjadi :
1. Tiga sifat manusia dalam kehidupan.
Peryataan ini sudah tentu membutuhkan pemikiran yang lebih kompleks dibandingkan dengan peryantaan besi adalah bahan yang bersifat konduktor mudah menghantar arus listrik. Kayu adalah contoh bahan yang bersifat isolator yang tidak dapat menghantar arus listrik. Transistor adalah komponen semikonduktor yang dapat bersifat sebagai konduktor apabila melalui tegangan yang telah ditentukan misalnya : 0,7 Volt. Dan akan tetap bersifat isolator selama tegangan dibawah 0,7 Volt. Siswa mengetahui setiap benda memiliki sifat masing-masing tersebut tetapi siswa tidak mengetahui kaitannya dengan tiga sifat manusia. Peryataan kedua anak harus berpikir kritis, bahwa ada manusia yang bersifat mudah menerima perintah kebaikan (sifat konduktor), ada yang tidak mau menerima perintah kebaikan /durhaka (sifat isolator), dan ada manusia yang bersifat akan menerima kebaikan dengan keadaan tertentu(sifat semikonduktor).
Perhatikan bahwa ilustrasi di atas tidak menyimpang dari karakteristik materi yang disampaikan. Pada saat inilah guru dapat menanamkan konsep spiritual sifat manusia yang cendrung kepada kebaikan seperti Abu Bakar ra. (khulafaur rasydin pertama) yang tidak perlu mengeluarkan hujjah atau dalil untuk mengajak kepada suatu kebaikan dia tidak membantahnya dan melakukan kebaikan tersebut. Sedangkan sifat yang berikutnya adalah manusia yang cendrung kepada penolakan berita kebaikan seperti Namruz, Firaun, Hamman walaupun sudah diberikan hujjah atau dalil tentang kebaikan sudah melihat mukjizat tetap menolak berita kebenaran tersebut. Selanjutnya sifat yang memerlukan keadaan tertentu, hujjah atau dalil baru mau menerima kebaikan seperti Abu Soyan (pemuka kafir Quraisy) masuk Islam ketika Fathul Mekkah karena pemeluk Islam pada saat itu sudah berkembang pesat baru mau masuk Islam. Sehingga guru mengarahkan sebuah pilihan kepada siswa sifat mana yang harus ditauladani.
Materi ini juga akan membangun kekonsistenan dalam diri siswa, taat azas (dalam hal ini aturan-aturan agama) bahwa apapun yang terjadi, seorang muslim tidak boleh melalaikan ibadahnya. Perhatikan bahwa pola pikir deduktif tetap harus dikedepankan. Manusia yang menolak kebaikan akan menerima azab dan yang menjalankan kebaikan akan dimuliakan Allah baik didunia maupun akhirat.
2. Seperangkat peralatan elektronika yang jika diinstalasi dengan benar maka akan dapat menghasilkan suara/ bunyi. Siswa SMK sudah tentu paham betul sub bagian perangkat audio video jika dinstalasi dengan baik maka akan menghasilkan gambar dan bunyi. Siswa dapat menjelaskan bagaimana proses perubahan suara menjadi sinyal listrik kemudian diolah disuatu rangkaian mikser kemudian audio akan dipisah khusus pada bagian tone control sesuai dengan frekuensinya masing-masing ada berfrekuensi rendah (bass), sedang (midle), dan tinggi (treble) kemudian dilewatkan melalui speaker yang kesemuanya apabila tidak dinstalasi dengan baik maka tidak akan menghasilkan audio.
Tetapi pernahkan dipikirkan oleh siswa hakikat kejadian dirinya sehingga dapat berbicara, dapat mendengar, dapat bergerak dan lainnya? Ini adalah fenomena instalasi yang maha sempurna syaraf berhubungan dengan semua anggota tubuh sehingga kaki yang tersandung batu syaraf langsung merespon keanggota tubuh lainnya sehingga mulut berkata aduhh. Sistem pencernaan yang diatur dengan baik ini adalah suatu rancangan yang maha sempurna sehingga sesuatu yang masuk ke rongga mulut akan diproses oleh usus kemudian sari patinya akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan sisanya yang tidak bermanfaat akan dibuang.
Untuk menggerakkan sebuah robot manusia membutuhkan waktu dan tenaga untuk menginstalasi bagian – bagian tubuhnya, jika salah instalasi maka robot tidak akan jalan. Berbeda dengan penciptaan Allah, hanya mengucapkan Kun Fayakun maka tercipta manusia yang sudah terinstalasi dengan sebaik-baiknya sehingga dapat melakukan aktivitas dunia.
Jika pemahaman seperti ini selalu kita tanamkan pada siswa, Insya Allah anak didik kita akan menjadi insan yang bertaqwa. Mereka tidak perlu menyombongkan diri, juga tidak akan mudah berputus asa. Justru ia akan malu bila hendak membusungkan dada. Anak juga akan menyadari, jika Allah menuntunnya dalam setiap langkah dan pekerjaannya maka hasilnya pasti akan menakjubkan, bahkan diluar dari yang dibayangkannya.
3. Kesamaan gerbang Not dengan orang munafik.
Bagi siswa SMK mudah untuk membuat persamaan antara gerbang Not dengan sifat orang munafik yaitu sinyal yang memasuki gerbang Not akan selalu menghasilkan sinyal yang berlawanan, misalnya jika siyal input nol maka output akan selalu satu. Sedangkan orang munafik akan selalu berlainan apa yang ia katakan dengan ia perbuat. Pada saat inilah seorang guru akan mengarahkan siswa untuk instropeksi diri dengan perbuatannya sehari-hari. Mungkin sering melakukan perbuatan seperti orang munafik, seperti informasi yang diterima kemudian informasi tersebut disampaikan kepada orang lain tetapi tidak sesuai dengan dengan data sebenarnya. Inilah bahaya seorang yang munafik seperti musang berbulu domba pintar menipu dan memanfaatkan orang lain untuk kepentingan pribadi. Melalui pembelajaran seperti ini guru juga dapat menanamkan nilai-nilai moral dan etika dalam bergaul dan bersikap.
4. Daerah frekuensi audio sonic sekitar 20 Hz s/d 20 kHz
Pernahkah pada materi ini kita menjelaskan bagaimana suara yang didengar tumbuhan dan binatang? Sehingga pada saat Rasul melewati sebuah kubur untanya diam tidak mau jalan sehingga para sahabat kebingungan. Pernahkah kita menjelaskan bagaimana bunyi ini dapat menghancurkan suatu benda keras sehingga proses kiamat kubro kehancuran alam ini nantinya hanya dengan sebuah bunyi / suara?
Frekuensi audio yang tidak dapat didengar oleh manusia dibawah < 20 Hz, audio yang berfrekuensi ini biasanya hanya didengar oleh binatang. Frekuensi audio diatas 20 kHz ini disebut ultrasonik, pada daerah ini bunyi/suara akan dapat menghancurkan suatu benda jika frekuensi ambang benda tersebut lebih kecil dari pada frekuensi yang datang. Bersyukur kita memiliki rentang pendengaran antara 20 Hz s/d 20 kHz, jika tidak mungkin kita akan mendengar seluruh suara yang ada dialam ini. Seekor unta yang mendengar pedihnya siksaan alam kubur tidak bisa jalan, bagaimana kalau kita sebagai manusia yang dapat mendengar mungkin tidak akan mau lagi melakukan aktivitas sehari-hari. bahkan tidurpun tidak bisa.
Siswa SMK dapat mengetahui daerah frekuensi yang dapat didengar oleh manusia normal, hanya sebatas itu saja. Tetapi jika kita arahkan kepada kejadian diatas maka siswa akan takjub bahwa fenomena ilmiah tidak berlawanan dengan fenomena ilahiah.
Berdasarkan contoh materi di atas ternyata untuk menjadi ” Da’i ” tidaklah harus menjadi seorang Ustadz, Pendeta, Pastor atau Biksu bukan? Guru teknik audio video juga memegang peranan penting dalam membantu menegakkan nilai-nilai Ketuhanan dalam diri siswa. Jika guru dapat memberikan pemahaman yang benar tentang konsep yang harus dikuasai peserta didik, maka siswa akan memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari semua mata pelajaran, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahan masalah, tidak mudah menyerah dan berputus asa.
D. Penutup
Untuk menjadikan pengetahuan moral masuk dan meresap dalam ranah afektif serta menjadi bagian dari kepribadian siswa, diperlukan perubahan pola kependidikan yang bukan sekedar superfisial, melainkan paradigmatik sifatnya.
Ada sejumlah hal yang harus dikerjakan oleh sistem pendidikan kita jika benar-benar ingin menciptakan manusia Indonesia yang berkualitas secara spiritual, emosional, maupun intelektual. Pertama, sekolah harus menegaskan misinya untuk mengasah ketiga aspek human capability utama peserta didik, yaitu kecerdasan spiritual sebagai top priority, kecerdasan emosional sebagai second priority, dan kecerdasan intelektual sebagai third priority. Kedua, misi tersebut harus benar-benar dijadikan dasar dan semangat dari setiap kebijakan, peraturan, program, maupun perilaku keseharian institusional sekolah. Kejujuran, misalnya harus benar-benar ditegakkan dalam semua proses akademik maupun seluruh proses manajemen persekolahan. Ketiga, setiap guru, bidang studi apapun, harus menjadi teladan, contoh yang nyata untuk ketiga kecerdasan itu.. Dia tidak akan menganggap bahwa moralitas-spiritualitas adalah urusan guru agama atau guru budi pekerti, emosionalitas adalah urusan guru bimbingan konseling semata. Perhatian setiap guru atas murid-muridnya haruslah yang utama pada kinerja spiritual mereka, yang kedua pada kinerja emosional mereka, danselanjutnya pada kinerja intelektual atau penguasaan akademik siswa. Ketiganya dikerjakan dengan kualitas yang harus terus ditingkatkan.
Untuk dapat menjadi guru teknik audio video yang cerdas secara spiritual juga bukanlah hal yang mudah. Guru harus senantiasa mengasah spiritualitasnya terlebih dahulu sebelum menyampaikannya pada orang lain. Guru juga dituntut untuk banyak membaca, termasuk membaca rahasia kehidupan yang telah dianugerahkan Ilahi melalui segala ciptaannya di sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA
SPN. 2003. Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 Jakarta. SPN.
BNSP. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SMK Kejuruan Teknologi.. Jakarta: BNSP.
SNP. 2005. Standar Nasional Pendidikan No 19 Tahun 2005 Jakarta. SNP.
Suara Muhammadiyah. 2008. Haruskah anak rangking 1 dan hebat matematikanya?. Tabloid Bulanan. Jakarta. PT Gramedia
Zamidra Zam, Efni. 2005. Panduan praktis Belajar Elektronika. Surabaya. PT Indah
Ibrahim, KF. 2002. Teknik Digital. Yogyakarta. PT Andi
Depdikbud. 1999. Fisika Modern. Jakarta. Depdikbud Jakarta.
Syamsuri. 2004. Pendidikan Agama Islam. Jakarta. PT Erlangga.
Ari Ginanjar. 2000. ESQ. Jakarta. PT Gramedia .
Labels:
audio,
dan,
emosional,
kecerdasan,
melalui,
mengembangkan,
pembelajaran,
siswa,
spritual,
teknik
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment